Jumat, 30 September 2011

Mengangkat Kisah Lama : Gabriele Sandri


Upacara pemakaman Gabriele

Menjelang pertandingan di giornata 12, Gabriele “Gabbo” Sandri, Laziale (tifosi klub Societa Sportiva (SS) Lazio) berumur 26 tahun yang juga seorang disc jockey tenar di Roma, menjadi korban kesekiankali dari ganasnya kompetisi calcio. Sandri terkulai di dalam mobilnya di jalan bebas hambatan Badia al Pino Arezzo setelah peluru dari pistol Beretta 92 caliber 9 mm milik seorang polizia bernama Luigi Spaccararotella “nyasar” menembus lehernya.

Polizia: Common Enemy Solidarity
Terbunuhnya suporter karena peluru polisi pada akhirnya menimbulkan berbagai spekulasi. Pasca meninggalnya Sandri pun berkembang prasangka bahwa terdapat upaya rekayasa dari pihak polizia untuk membalas dendam pada kelompok suporter. Akibatnya sungguh fatal, kematian Sandri memancing reaksi kemarahan & menumbuhkan solidaritas antar suporter, yang berbeda aliran politik dan klub favorit, di seantero Italia juga di berbagai negara yang lain.



Menurut kantor berita ANSA, di banyak kota seperti Bergamo, Milan, Parma, Roma, Taranto dan Turin, para suporter terutama yang militan dan berhaluan keras (ultra) meledakkan kemarahannya pada polisi.

Di Bergamo, ultras Atalanta dan AC Milan mengabaikan rivalitas diantara mereka dan menjadikan polisi sebagai musuh bersama. Mulanya, membuat keributan kecil diluar lapangan, kemudian memaksa wasit Massimiliano Saccani untuk menghentikan pertandingan yang baru berjalan tujuh menit dengan melemparkan berbagai benda ke lapangan, dan memecahkan barikade kaca yang memisahkan tribun dengan lapangan.

Situasi tak lebih baik terjadi di ibukota Italia, seperti yang diwartakan oleh majalah World Soccer edisi Desember 2007. Meski pertandingan AS Roma vs Cagliari dibatalkan para pendukung banyak yang datang ke stadion Olimpico untuk protes. Sekali lagi, suporter AS Roma dan SS Lazio mengesampingkan rivalitas mereka dan memusatkan amarah mereka pada dua titik strategis yaitu markas Komite Olimpiade Nasional Italia (CONI) dan kantor polisi terdekat. Dengan berbekalkan pentungan dan memakai topeng, ratusan orang membakar tempat sampah, bus polisi dan beberapa kendaraan. Di akhir kekacauan empat orang ultras ditahan, 70 polisi terluka, dan estimasi kerugian mencapai £75,000.

Di kota Mediolanum era modern, Milano, ratusan massa suporter menghujani kantor polisi dengan aneka batu. Sandri solidarity juga membuat ultras SS Lazio dan Internazionale Milan kompak meneriakkan slogan anti-polisi di luar stadion. Para penonton pertandingan Siena vs Livorno, serempak menyerukan kata 'pembunuh' kepada polisi dan petugas keamanan.

Moment moment mengharukan dari keluarga gabriel sandri

Beberapa moment yang menunjukkan respect terhadap gabriel sandri dari beberapa ultras di eropa:










Pertandingan DERBY paling panas di Dunia

Banyak banged pertandingan bola yang udah kita liat setiap musimnya. Dan diantaranya ada pertandingan yang ngelibatin 2 klub dalam sekota. Yappsss.... ni pertandingan sering disebut dengan DERBY. Sebagaimana kita tau... kalo pertandingan derby tu h yang panas gak cuman yang maen doank... tapi dah merasuk ama suporter2 mereka. Bahkan rasa permusuhan antar pendukung klub sekota sudah nyaris ke tahap hooliganisme. Berikut ni beberapa DERBY Sepak bola yang mencuri perhatian gibol dunia
pendukung as roma
AS Roma vs Lazio
Pada tahun 1977, kelompok minoritas dari fans AS Roma membentuk CUCS (Commando Ultra Curva Sud). N menjelang musim 1999/2000,ni kelompok CUCS berevolusi menjadi ultras Roma. Di lain pihak pendukung Lazio yang menyebut dirinya Commandos Monteverde Lazio muncul pada tahun 1971. Pada tahun 1987 mereka bersatu dengan kelompok lain dan membentuk kelompok yang disebut The Irriducibili. Sejak tahun 1992, The Irriducibili Lazio kelompok pendukung yang paling menonjol. Secara garis besar, Roma ultras mewakili kelas menengah sayap kiri dari pusat kota Roma. N Sebaliknya, The Irriducibili kaya merupakan penduduk pinggiran sayap kanan kota Roma. Kedua fans Lazio dan AS Roma ini saling berbagi tempat di stadion yang sama, Stadion Olimpico. Inilah panggung pertempuran paling panas di kota Roma.


Manchester City vs Manchester United

City dan United telah merupakan salah satu perseteruan paling klasik di Eropa. Kedua klub yang didirikan pada akhir abad 19. Pertemuan di tahun 1993 antara City dan United di Maine Road dianggap salah satu permainan EPL terbesar tahun 90an. United memenangkan pertandingan 2-3 berkat dua gol oleh Cantona dan dan gol telat Keane.
Stretford End di Old Trafford adalah tempat untuk diehard K-Stand fans club.Manchester City juga memiliki penggemar yang tidak kalah fanatiknya.Menjelang akhir kompetisi musim 2001/2002, 106 Fans City ditangkap karena berbuat onar. Ini salah satu penangkapan ketiga terbesar di Inggris untuk urusan suporter bola. Kebanyakan kericuhan suporter di Inggris tidak terjadi di stadion, melainkan kebanyakan terjadi di Bar-bar yang merupakan tempat mereka kongkow setelah nonton bola....


AC Milan vs Internazionale
Baik AC Milan dan Internazionale FC memainkan pertandingan mereka di Stadion San Siro. The Curva Sud adalah rumah bagi Rossoneri dan Curva Nord milik Inter. Kedua klub memang bersaing di kompetisi baik Seri A maupun di Kompetisi Eropa. Secara koleksi gelar, Milan memang berada diatas Inter, Namun beberapa taun terkahir ini Inter lebih berjaya di Seri A.


Red Star vs Partizan
F ans Serbia sangat dipengaruhi oleh ultras Italia meskipun mereka dipengaruhi ama budaya setempat. Di Belgrade, Serbia saat ini, ada sebuah persaingan sengit antara Partizan dan Red Star. Red Star merupakan klub juara Eropa dan Dunia di taon 1991. Pendukung kedua klub mempunyai riwayat permusuhan yang parah. Banyak banged terjadi perkelahian antar dua suporter, baik di dalam maupun di luar stadion.


Levski vs CSKA
Ibukota Bulgaria Sofia merupakan rumah bagi dua klub PFC Levski 1914 dan CSKA. Levski, yang lebih tua dua tain , memiliki basis penggemar yang lebih besar sedangkan CSKA merupakan pengoleksi juara terbanyak. Setiap kali kedua klub bertemu, pihak kemanan selalu memperketat pengamanan pertandingan. Dalam salah satu pertemuan mereka, 1/7 militer negara itu dikerahkan untuk mengatasi potensi kekerasan. Pihak berwenang telah berhati-hati terutama sejak tahun 2001 ketika sebuah insiden bom meledak dan berakibat sangat fatal.




FC Celtic vs Rangers

Skotlandia memiliki kisah hooliganisme yang sangat mengakar. Polisi setempat sekarang ini sudah melakukan pengamanan di setiap pertandingan. Tapi selalu saja terjadi insiden kisruh. Suporter Aberdeen, Celtic dan Glasgow Rangers selalu dihubungkan dengan terjadinya tindak kekerasan. Dua klub terakhir (Celtic dan Rangers) memang selalu menjadi sorotan karena ulah suporternya. Inilah perseteruan dua kelompok suporter yang dilatar belakangi masalah sosial dan agama.


Olympiakos vs Panathinaikos
Athena merupakan arena pertempuran bagi dua klub yaitu Olympiakos dan Panathinaikos. Inilah persaingan terbesar di Liga Yunani. Hooliganisme sering terjadi setiap dua tim bersua. Suporter kedua kubu selalu berkelahi, melempar kembang api dan melempar kursi. Fans Olympiakos terkenal fanatik. Mayoritas mereka berasal dari kaum miskin di kota Athena. Sedangkan Fans Panathinaikos banyak dari kalangan yang kaya.


Boca vs River Plate
Inilah Derby terbesar di Argentina. Boca vs River Plate. Kedua klub didirikan di daerah miskin di Buenos Aires bernama LaBoca. Pada 1930, River Plate pindah ke tempat yang bernama Nunez yang kini dihuni masyarakat kelas menengah ke atas. Disisi lain Boca memiliki basis fans yang lebih besar dan sebagian mereka berasal dari kalangan pekerja.

Persahabatan Lazio-Inter

Sebuah Catatan Panjang Sejarah dan Kejadian Dramatis



Stadio Giuseppe Meazza, San Siro, Milano, 23 April 2011. Menjelang laga Inter vs Lazio di pekan-pekan terakhir yang krusial di Serie A musim 2011/2012. Lazio sedang bersaing keras dengan Udinese untuk mengamankan tempat di UCL dan Inter sedang berjuang keras menghidupkan asa scudetto yang hampir pasti diraih AC Milan. Ketika kedua tim memasuki lapangan, dari salah satu bagian stadion puluhan flare warna biru langit dinyalakan, disusul pekikan ribuan orang: “A Roma Ce Solo Lazio” atau “Di Kota Roma Hanya Ada Lazio”. Kita yang hanya menyaksikan lewat televisi tentu mengira itu adalah ulah suporter Lazio. Sebenarnya bukan, flare dan teriakan itu justru dilakukan dari Curva Nord Stadio GM oleh puluhan ribu Interisti yang tergabung dalam Boys SAN dan beberapa kelompok ultras Inter lainnya. Baru setelah itu dari sisi Irriducibili Lazio dinyalakan flare warna biru gelap (warna Inter) dan para Laziali meneriakkan “Forza Inter Ale”. Itu adalah ritual selamat datang dari Interisti untuk Laziali dan tanda persahabatan Laziali bagi Interisti. Ritual itu sudah berusia lebih dari satu dekade sejak kedua kelompok suporter ultras menjalin gamellaggio (twinning, persaudaraan). Di Stadio Olimpico, ritual dilakukan sebaliknya. Irriducibili Lazio menyalakan flare biru gelap disertai teriakan “Forza Inter Ale” dan dibalas oleh Interisti dengan flare biru langit dan teriakan “A Roma Ce Solo Lazio.”
Mengapa kita bersahabat dengan Lazio? Karena sama-sama menempati Curva Nord? Dan mengapa Lazio berseteru dengan AS Roma? Karena menghuni kota yang sama? Itu memang salah satu alasan tetapi latar belakang sesungguhnya adalah sebuah sejarah panjang dan kompleks, dimulai bahkan dari saat awal eksistensi kedua klub itu.
Takdir Mulai Saat Kelahiran
SS Lazio dibentuk tahun 1900 oleh para politisi dan usahawan berhaluan politik kanan dan anti-Yahudi serta berbasis pendukung kaum terpelajar dan kalangan menengah-atas Roma. Kelompok berhaluan serupa juga lah yang mendirikan Inter saat melepaskan diri dari AC Milan tahun 1908.
Saat diktator fasis Benito Mussolini berkuasa di Italia, dia memerintahkan semua klub di kota Roma di-merger menjadi AS Roma tahun 1927. Semua mematuhi, kecuali SS Lazio yang menentang dan tetap berdiri sendiri. AS Roma dikuasai oleh golongan kiri dan didukung oleh kelas buruh dan masyarakat Yahudi (kelompok serupa yang mendukung AC Milan). Di kota Milan, Mussolini melakukan hal yang sama, dan Inter melakukan penentangan yang sama sehingga sementara harus berganti nama menjadi Ambrosiana Milano. Sejarah awal ini telah menyemai ikatan antara SS Lazio dan Inter serta menempatkan AS Roma dan AC Milan pada pihak yang berseberangan. Lokasi yang sama di Curva Nord (Lazio dan Inter) dan di Curva Sud (AS Roma dan AC Milan) makin mempertajam perbedaan ini. Dan, tentu saja, faktor lokasi di Kota yang sama menjadikan persaingan Lazio-Roma menjadi semakin memanas. Lazio dan pendukungnya merasa sebagai yang pertama di Roma, sedangkan AS Roma menganggap dirinya satu-satunya klub yang menyandang nama kota.
Persaingan ini sedemikian panasnya, sehingga Derby della Capitale (SS Lazio vs AS Roma) dinobatkan sebagai derbi paling panas di Italia bahkan di Eropa, melebihi Derby della Madoninna (Inter vs Milan), Derby Manchester (MU vs Manchester City) bahkan mengungguli El Classico (Barcelona vs Madrid). Kalau Interisti dan Milanisti hanya panas di dunia maya tetapi bersahabat di dunia nyata, Laziali dan Romanisti berseteru dalam arti sebenarnya, di dunia maya maupun di dunia nyata. Hampir tak pernah terjadi Derby della Capitale tanpa kerusuhan. Tercatat beberapa nyawa melayang dan ratusan orang telah terluka karena derbi ini. Derby della Capitale adalah “neraka” sepakbola Italia.
Gamellaggio Lazio-Inter
Persaudaraan ini terjadi sepanjang sejarah. Tak pernah ada catatan insiden antara Laziali dan Interisti. Kesamaan aliran politik dan basis pendukung membuat kedua kelompok suporter ini selalu rukun. Gamellaggio secara formal terjadi saat kedua suporter bertemu dalam final UEFA Cup tahun 1998 di Paris yang dimenangkan Inter dengan 3-0. Sikap ksatria Irriducibili Lazio dan sikap simpatik Boys SAN Inter membuat kedua suporter mendapatkan penghargaan fair play dari UEFA. Dan saat itu tercapailah kesepakatan persaudaraan antara Laziali dan Interisti yang makin menguat hingga hari ini.
Inilah beberapa kejadian unik yang menunjukkan eratnya gamellagio Lazio-Inter:
Nasib Tragis Zaccheroni, 5 Mei 2002
Pada pertandingan giornata 34 musim 2001/2002 tanggal (match terakhir, karena saat itu Serie A hanya berisi 18 tim), terjadi peristiwa yang unik di Stadio Olimpico pada laga Lazio vs Inter. Saat itu Inter di ambang juara karena cukup dengan mengalahkan Lazio maka mereka akan meraih scudetto mengungguli Juventus. Maka Laziali di Stadio Olimpico, dimotori Irriducubili Lazio mendukung Inter habis-habisan dan meminta Lazio kalah, agar yang mendapatkan scudetto Inter, rival Lazio: Juventus. Sayangnya malam itu para punggawa Nerazzurri gagal meraih scudetto yang sudah di depan mata, kalah 2-4 dari Biancoceleste. Dan Juventus merebut scudetto dengan 71 poin, diikuti Roma dengan 70 poin. Inter sendiri di posisi ketiga dengan 69 poin. Akibat kejadian ini, Irriducibili Lazio mendemo manajemen Lazio dan meminta allenatore Lazio, Alberto Zaccheroni dipecat. Zaccheroni pun akhirnya mengundurkan diri. Dia dimusuhi Laziali justru karena timnya memenangkan laga. Ironis, tapi itulah jiwa Irriducibili Lazio: persahabatan dan solidaritas ditempatkan di atas sepak bola itu sendiri.

Stadio Giuseppe Meazza Tanpa Banner dan Flare, 15 November 2007

Empat hari sebelumnya, seorang DJ terkenal di kota Roma, Gabriele Sandri, seorang pendukung ultras Lazio, menjadi korban tak berdosa dalam kerusuhan antara sekelompok suporter anarkis Juventus dan kepolisian kota Roma. Sandri tertembak di bagian belakang kepalanya oleh polisi. Kerusuhan pun meledak, menuntut keadilan. Tidak hanya karena para Laziali menyerang kantor polisi Roma, tapi juga di Milano, oleh Interisti menyerang kantor polisi Milano, menunjukkan solidaritasnya. Untuk menghormati Sandri, Inter menunda sehari pertandingan Inter vs Lazio di Stadio Giuseppe Meazza yang seharusnya digelar 14 November. Saat pertandingan berlangsung, Boys SAN Inter memprakarsai mengheningkan cipta selama 5 menit di stadion untuk menghormati Sandri. Dan malam itu, di Curva Nord Giuseppe Meazza, tempat para Interisti, sama sekali tidak terlihat sepotong pun spanduk, banner ataupun sebuah flare pun yang mereka nyalakan. Kelompok-kelompok ultras Inter hanya membentangkan sebuah spanduk besar dengan tulisan warna biru langit berlatar belakang biru gelap bertuliskan: “Gabriele Sandri, Kau Akan Selalu Berada di Hati Kami”.


Korban Berikutnya, Jersey No 12 SS Lazio, Minggu, 2 Mei 2010


Stadio Olimpico Roma dipenuhi pendukung Lazio dan Inter yang menantikan pertandingan Serie A giornata 36 musim 2009/2010. Pertandingan ini sangat menentukan bagi kedua tim. Bagi inter, memenangi pertandingan ini akan mempermudah meraih Scudetto, dan akan mengambil alih poisisi cappolista dari AS Roma yang sementara unggul 1 poin. Bagi Lazio memenangi pertandingan ini akan lebih mengamankan diri dari kemungkinan degradasi ke Serie B, karena saat itu Lazio berada di posisi 17 dan hanya terpaut 4 poin dari zona merah.
Ritual gamellagio seperti pada pembuka tulisan ini pun dilakukan. Itu hal biasa. Yang luar biasa adalah banyak bendera Inter dan spanduk-spanduk pemberi semangat bagi Inter dikibarkan oleh Irriducibili Lazio. Yang paling mencengangkan tentu saja sebuah spanduk para Laziali yang ditujukkan kepada para pemain Lazio sendiri: "Kalau sampai menit ke 80 Lazio unggul, kami akan masuk ke lapangan!" Spanduk ini disita polisi tak lama kemudian tetapi muncul spanduk-spanduk lain yang tak kalah mengerikan: "Nando (maksudnya Fernando Muslera), biarkan bola melewatimu, dan kami akan tetap menyayangimu." "Zarate, satu gol saja kau cetak, kami paketkan kau ke Buenos Aires." Rupa-rupanya para pendukung Lazio ingin agar Inter mengalahkan timnya malam itu, untuk melicinkan jalan Inter menuju scudetto. Mereka lebih memilih risiko Lazio turun ke Serie B daripada Roma yang memperoleh scudetto.
Suasana pertandingan pun menjadi sangat aneh. Lazio sama sekali tidak memperoleh dukungan fans-nya sendiri walaupun bermain di Olimpico. Sebaliknya Inter sebagai tamu justru memperoleh dukungan luar biasa. Setiap kali pemain Inter menguasai bola, para Laziali berteriak, "Biarkan mereka lewat!" Malam itu portiere Lazio, Fernando Muslera, bermain sangat gemilang. Tak kurang dari 10 penyelamatan luar biasa dilakukannya. Tiap kali Muslera menggagalkan gol Inter, teriakan cemoohan pun berkumandang ke arahnya. Akhirnya pada injury time babak pertama, tandukan Walter Samuel mengubah skor menjadi 0-1. Stadion bergelegar dan muncul spanduk ejekan dari Laziali bertuliskan, "Oh, Noooo Roma!" dan, "Scudetto Game Over, Roma!"
Di babak kedua mental pemain Lazio (kecuali Muslera yang tetap bermain gemilang) pun runtuh. Kesalahan demi kesalahan dilakukan dan membuat Thiago Motta menggenapkan kemenangan Inter menjadi 0-2 di menit ke 70. Di akhir pertandingan, para pemain Lazio meninggalkan pertandingan dengan sedih dan marah karena merasa “dihianati” Laziali. Presiden Roma, Rosella Sensi mengecam habis-habisan ulah Laziali tersebut. Jose Mourinho hanya berkomentar pendek, "Saya belum pernah menyaksikan yang seperti ini." Asisten pelatih Lazio mengakui bahwa anak asuhnya sangat terpengaruh oleh suasana stadion dan tidak bisa menampilkan performa terbaiknya.
Inter akhirnya merebut scudetto 2009/2010 dengan keunggulan 2 poin atas AS Roma. Syukurlah, Lazio mampu memenangi 2 laga sisa, terhindar degradasi dan menempati posisi akhir klasemen di urutan ke 12. Insiden ini membuat presiden Lazio, Claudio Lotito marah besar. Tahun 2003 Lazio memutuskan untuk mengistirahatkan jersey no. 12 sebagai penghormatan pada Irriducibili Lazio sebagai "pemain ke 12". Tetapi karena kejadian ini (ditambah lagi dengan kehadiran politisi lawan Lotito di tribun Irriducibili Lazio beberapa pertandingan sebelumnya) maka jersey no. 12 ditarik kembali dari peristirahatannya dan pada musim 2010/2011 dipakai oleh portiere kedua Lazio, Tomasso Berni. Musim 2011/2012 jersey no 12 dipakai oleh difensore Marius Stankevicius. Satu bukti lagi, bahwa bagi Irriducibili Lazio, persahabatan dan solidaritas adalah yang terpenting.




(Dari berbagai sumber: forum LaCurvaNord, LazioForever, ForzaInterForums, UltrasLazio dan IrriducibiliLazio).
_black_

(Video) PASOEPATI SOLO NORTH SECTOR

Ini adalah kekompakkan saat mendukung TIMNAS INDONESIA di stadion MANAHAN, Solo.

Semoga semakin kompak saat PERSIS SOLO berlaga ,.

PASOEPATI

Lahirnya Pasoepati tak bisa terlepas dari kedatangan klub Pelita Solo ke Solo. Kedatangan tim ini langsung disambut hangat oleh para penggemar sepakbola di Kota Solo. Dukungan terhadap Ansyari Lubis dkk. saat itu memang spontanitas adanya. Dan dengan spontanitas pula, maka para penggemar Pelita mempunyai angan-angan menggabungkan diri dalam sebuah wadah semacam fans club yang akan memberi kepada Pelita. Hal itu merupakan realitas yang menggembirakan.
Rasan-rasan bakal dibentuknya semacam paguyuban Laskar Pasopati Pelita Solo ternyata telah dimulai sejak pertandingan pertama Pelita Solo digelar. Yang menarik, keinginan membentuk wadah antarsuporter ini muncul secara spontanitas tanpa digerakan oleh pihak Pelita Solo.
Munculnya kelompok suporter Sangkrah “Dhemit Abang”, kelompok suporter Boyolali atau kelompok suporter Sragen adalah fenomena nyata dan bukan “buatan“ sekelompok perusuh.
Tribun-tribun penonton di Stadion Manahan juga sudah punya warna khas, misalnya sekelompok suporter Sangkrah menonjol di tribun selatan, kelompok suporter Jebres, Boyolali, atau Sragen menghiasi tribun timur, sementara kelompok suporter Nusukan dan kelompok lain mewarnai tribun utara.
Rencana sejumlah pihak untuk mendirikan kelompok suporter setia Pelita Solo akhirnya terwujud pada hari Rabu, 9 Februari 2000, di Griya Grupe Mayaor, jalan Kolonel Sugiyono 37, Solo.
Sekitar 20 orang yang hadir mewakili kelompok suporter masing-masing sepakat memilih nama Pasukan Suporter Pelita Sejati yang disingkat Pasoepati. Sebelumnya nama pilihan lain, seperti Pelita Mania, namun melalui voting menjatuhkan pilihan pada Pasoepati.
Kini setelah Pelita Solo maupun Persijatim Solo FC tak lagi berada di Solo, Pasoepati mengupdate kepanjangannya menjadi Pasukan Suporter Solo Kreatif, Damai dan Berprestasi.
Berdiri :
Rabu Legi, 9 Februari 2000 di Griya Reka Grupe Mayor, Jalan Kolonel Sugiyono 37, Solo
Pencetus nama :
Suwarmin
Bunda Pasoepati :
Kris Pujiatni, S.Psi
Pendiri :
Arno Suparno, Bambang Eko S, Bimo Putranto, Dencis, Deny Susanto, Donny, Dwi, Hariyanto, Iwan Budi Prasetyo, Maeda Daneswara, Mashadi “Pete”, Mayor Haristanto, Rio, Siswanto, Sukimo, Sukirno, Supriyadi “Ateng”, Suwandi, Suwarmin, Tommy, Wawan

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More